Siapa yang tidak kenal singkong? Atau ubi kayu, ketela
pohon, pohong (Jawa), Kaspe ( Papua), dan banyak nama lainnya di berbagai
daerah (silahkan tanbahkan di kolom komentar J).
Selain umbinya bisa dijadikan bahan pangan alternatif pengganti nasi, daunnya
juga lezat sebagai menu lauk. Tak hanya itu, singkong sangat mudah tumbuhnya,
tidak terlalu memerlukan perawatan khusus, dan dapat dijumpai di mana saja di
berbagai wilayah negara kita ini, dan juga murah harganya.
Sebagai bahan pangan, umbi dan daun singkong memiliki
kandungan gizi yang cukup memenuhi syarat kesehatan, yakni berupa kalori, protein,
lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, C, B1, hidrat arang, dan amilum.
Sedangkan pada kulit batang, mengandung tannin, enzim peroksidase, glikosida,
dan kalsium oksalat.
Singkong pun bukan hanya bisa dijadikan sumber bahan pangan,
tetapi juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri energi nabati,
seperti bio etanol, dan bahan baku
industri rumah tangga olahan, berupa tepung tapioka, dan juga bahan baku
plastik ramah lingkungan (ecoplast).
Cara Menanam Singkong
Bertanam singkong sangat mudah. Bahkan batang singkong yang
tergeletak begitu saja sudah bisa tumbuh. Namun tentunya tidak optimal. Jadi,
walaupun mudah, tanaman singkong tetap memerlukan perawatan, bukan hanya
dibiarkan begitu saja J.
Untuk menanam singkong, tergantung manfaat apa yang ingin
diperoleh dari singkong tersebut. Bila hanya ingin mendapatkan daunnya sebagai
tanaman sayur, maka batang singkong di potong pendek-pendek, sekitar 2 jengkal
jari panjangnya. Bagian ujung yang menghadap ke atas, biasanya oleh petani
dibakar, untuk menghentikan pertumbuhan batang singkong ke atas. Di tanam di dalam tanah yang diberi bedeng,
dan diberi pupuk kandang sebagai nutrisinya. Dan tanaman singkong yang khusus
diambil daunnya ini bisa dipanen saat berusia 25-40 hari.
Sedangkan untuk diambil umbinya, batang singkong yang
ditanam, tidak perlu di bakar ujungnya. Dan tanaman singkong yang khusus
diambil umbinya, apalagi yang ditujukan sebagai bahan baku bio etanol, sangat
memerlukan air dan pupuk sebagai nutrisinya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman singkong
adalah, bahwa tanaman ini banyak menyerap unsur hara dalam tanah. Karenanya
tanaman ini tidak boleh ditanam secara terus menerus dalam waktu lama, karena
akan membuat tanah menjadi miskin kandungan haranya. Harus di ganti dengan
jenis tanaman palawija setelah masa sekali panen, semisal jagung dan kacang
tanah. Ini untuk mengembalikan unsur hara dalam tanah.
Namun kenyataan di lapangan, karena kebutuhan akan bahan
baku industri rumah tangga berbahan dasar
singkong demikian besar, menyebabkan kearifan lokal ini semakin
ditinggalkan. Lahan tanam dipaksa untuk terus menerus ditanami singkong, dan
diberi pupuk urea sebagai penyuburnya. Belum lagi masa panen singkong yang
harusnya 8-9 bulan, diperpendek menjadi 6-7 bulan saja, menyebabkan tingginya
pemakaian pupuk kimia untuk menunjang pertumbuhan singkong. Alhasil, panen yang
didapat tidak optimal. Umbi singkong
hanya berukuran sedang, dan patinya tidak manis, karena belum matang usia
tanamnya.
Tak hanya itu, karena dipapar oleh pupuk kimia terus
menerus, tanah pun semakin miskin unsur hara alami. Tak heran kebutuhan akan
pupuk kimia terus menerus bertambah dosisnya dari waktu ke waktu. Dan tentu
saja, hal ini semakin menyulitkan petani, karena menambah beban biaya untuk
pembelian pupuk.
Kembali pada kearifan
lokal, adalah solusi yang bijak, yakni memakai pupuk organik yang ramah
lingkungan, dan menggilirkan pola tanam singkong dengan tanaman palawija
lainnya. Selain menjaga agar unsur hara tanah tetap subur, juga menjaga
kestabilan harga jual singkong dari petani.
Sumber :